Tuesday, August 27, 2013

SALAH ASUH DI RUMAH SENDIRI



Di bulan Juni  ada momen yang cukup penting, yaitu peristiwa awal dari Hari Anak Dunia, sebuah surat perdamaian dilayangkan oleh sekelompok pelajar sekolah dasar ditujukan kepada anak-anak seluruh dunia. Surat itu di antaranya berisikan kata-kata sebagai berikut."Orang-orang tua kita memiliki keyakinan yang pasti. Mereka menyayangi kita karena kita adalah anak-anak mereka. Akan tetapi, tidakkah kalian tahu, dunia macam apa yang mereka siapkan buat kita? Jika sedikit saja kesalahan terjadi pada sistem instalasi nuklir, maka kita semua pasti akan mati ...." Tepatnya 1 Juni 1986.
Anak selalu ada dan  mewarnai berbagi sejarah. Dalam mitologi Yunani pun anak selalu ada dan dewa-dewa pun diceritakan mempunyai keturunan.  Selain itu dalam cerita di Indonesia  tokoh  anak pun muncul, seperti Cinde Laras. Terjadinya Danau Toba. Mereka tergambar sebagai anak-anak yang berperan sebagai anak-anak.
Dalam Mahabharata dewa Surya pun mempunyai anak yang  bernama Karna. Yang kelak bertemu dengan saudaranya sendiri, Arjuna  di Kurukshetra. Dalam Islam pun Nabi bersabda,”Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak”. (HR. Abu Dawud), “Cintailah anak-anak dan kasih sayangi lah mereka. Bila menjanjikan sesuatu kepada mereka tepatilah…” (HR. Ath-Thahawi). “Bertakwalah kepada Allah dan berlakulah adil terhadap anak-anakmu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Keberadaan anak, telah memikat  para pemuka agama, pendidik, pengusaha  dan masyarakat secara kesluruhan. Mereka ada yang mengkaji anak dan menempatkan anak  sebagai yang ‘mulia’ sesuai perintah agama masing masing. Para pendidik pun mengkaji mereka sebagai generasi yang perlu diseru  dan dibimbing untuk menggali ilmu dan mengembangkannya kelak.
Para pebisnis pun memandang anak sebagai bagian dari peluang dari  usaha mereka, dengan menyajikan berbagai perlengkapan tentang kebutuhan pakaian, alat sekolah hingga game dan film untuk anak-anak.
Kenyataan
Banyak terjadi hal-hal yang membuat usia anak bukan sebagi golden age  tetapi sebagai usia eksploitasi yang ada di masyarakat. Berbagai akibat eksploitasi dan pergaulan buru di masyarakat ada yang terpaksa menjadi ten mom (ibu remaja)atau teen pregnancy (kehamilan remaja). Kenyataan ini yang harus dibenahi meskipun tidak dalam waktu singkat terselesaikan.
Perubahan social yang begitu cepat dan mencemaskan dalam masyarakat, tidak dapat kita menyalahkan lingkungan secara keseluruhan atau menyerah karena dianggap ini tanda akhir zaman. Jika ini akhir zaman, selayaknya kita harus berubah ke lebih baik  agar tergolong sebagai golongan khusnul khotimah.


Kesalahan  yang berulang
Suatu saat ketika menjelang akhir tahun pelajaran, kebiasan untuk berpariwisata bersama siswa dan guru. Bagaimana anak kita  berpakaian?, bagaimana jika ia waktu bersekolah ?  ada perbedaan, jika bersekolah rajin, tertutup dan santun. Namun jika berwisata, pakaian yang dikenakan kadang lebih dewasa dari usianya.
Apakah anda mengajarinya ?, mungkin sebagian. Tapi  saya yakin anda tak merasa mengajarinya. Pernahkah anda memberikan make up ketika peringatan atau lomba disekolahnya dengan lipstick yang menor, atau berdandan menirukan  artis populer dunia. Pernahkah anda mengajari si buyung berlenggak lenggok  di cat walk  untuk mengikuti  lomba ?. Dan bagaimana jika kita dandan biasa dan bergaya sebagai anak biasa, tentu sulit menang.
Inilah sebagai bentuk memaksa anak untuk bertingkah bagai orang dewasa. Lambat laun akan terekam dalam diri anak yang akan memberikan sinyal boleh saja dilakukan, “mama tidak melarang” . Anak akan kehilangan masa anak-anaknya.
Lihat saja lagu anak sudah amat langka, andaikan ada itu lagu zaman dahulu yang di produksi ulang.  Bahkan ada yang tergolong usia belasan nekat bunuh diri akibat  hal  kecil bahkan asmara.
Lingkungan
Dengan berbagai tugasnya dalam pendidikan, banyak anak-anak kita yang jarang di rumah. Padatnya kegiatan mereka membuat menjadi asing di daerahnya. Sehingga waktu belajar mereka untuk mewarisi budaya luhur kita seperti gotong royong dan budi pekerti  bekal mereka kelak sangat terbatas bahkan tidak pernah sama sekali.
Cara mereka berkomunikasi dengan lingkungan sangat kurang. Akibat inilah yang menyebabkan banyak anak yang membuat komunitas tersendiri yang kadang terjatuh  ke pada negative. Karena sebenarnya mereka perlu belajar dari lingkungan tentang diri mereka. Sehingga anak mempunyai banyak pilihan dalam bergaul.
Tetapi jika orang tua merasa khawatir   dan tahu lingkunagn rumah tangganya kurang baik, maka full day school  tetap pilihan terbaik agar anak tidak ternodai  dengan hal negative. Namun jika  lingkungannya penuh kedamaian di tengah lingkungan yang agamis maka full day school  belum sepenuhnya di butuhkan.
PRT atau pembantu rumah tangga sebagai bagian dari warga rumah kita perlu diperhatikan secara wajar. Anak  yang berinteraksi dengan pembantu sedikit banyak  terwarnai. Apalagi jika kita  jarang di rumah atau kurang komunikasi dengan anak.
Tak jarang orang tua mengajari sopan santun, anak lebih meniru orang lain dan kadang tidak sama dengan orang tuanya. Sika terbuka orang tua  adalah jalan terbaik dalam membina hubungan dengan anak. Tapi orang tua tak harus menjadi lemah akibat posisi tawar rendah

Media
Media juga mempunyai peran yang sangat  kuat  dalam mengubah masyarakat terutama anak-anak. Suatu saat ada anak ditegur oleh orang tuanya. Ia menjawab,” itu di film ada”. Artinya  media sudah menejadi referensi bagi anak dalam melakukan atau meniru style tertentu bahkan ‘mufti’  bagi masyarakat.
Ada kecenderungan perbuatan asusila yang diberitan di media antara kasus satu dan yang lain ada kesamaan modus. Banyaknya situs yang membuat cerita bukan konsumsi anak, tetapi bebas di akses, gratis lagi, turut memberikan perubahan pada  anak.
Serangan budaya dan informasi  bertubi-tubi terhadap masyarakat dari media   turut serta membuat anak menjadi ‘warga asing’ di kampung bahkan di rumah sendiri.
Langkah Perbaikan
Memperbaiki paradigma pikiran kita tentang anak. Mereka adalah anak yang harus berwujud dan bersikap sebagai anak. Bukan anak berwajah dewasa.  Alam pikiran pun tetap anak, ketika menari, berpuisi berpakain  biarkan dan bimbinglah sebagai anak. Kadang orang tua memaksakan diri membeli hp karena agar anaknya tidak di pandang ketinggalan. Anaknya belum tentu susah, orang tua sudah bingung duluan.
Kita membatasi gerak anak tidaklah mudah, apalagi melarang media, sangat salah. Awal langkah kita adalah mulai membangun kepercayaan pada anak. Mereka akan memfilter sendiri sesuatu yang kurang patut jika kita mendidik mereka.  Didiklah putra-putra kita sebelum dididik oleh lingkungan yang kadang kita tidak senang mereka diajari seperti itu.

No comments:

Post a Comment